NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Reset KehidupanReset Kehidupan
Oleh: NovelRead

Bab 8

"Jenny, apa yang telah kamu lakukan sampai membuat Keluarga Linarto marah?" tanya sang kepala sekolah, Pak Surya dengan nada yang tegas, tetapi tetap menunjukkan kepedulian. Jenny tidak menjawab, malah bertanya balik, "Saya diusir dari sekolah, ini pasti ulah Keluarga Linarto, 'kan?" Pak Surya mengangguk, lalu menjawab sambil tersenyum, "Tapi aku nggak setuju. Nggak ada yang boleh berbuat seenaknya di sekolah ini, apalagi ... " Pak Surya tertegun sejenak, kemudian melirik ke arah Bernard yang berada di sampingnya dan berkata lagi, "Ada orang yang bersedia membelamu, aku lebih nggak rela kamu pindah ke sekolah lain." Jenny melihat Bernard dengan heran. Bernard duduk di sofa kantor, dengan kedua kaki jenjangnya disilangkan, memancarkan aura menawan dan berwibawa. Jenny makin bingung. Siapa Bernard sebenarnya? Kenapa pria itu mau membelanya? Pak Surya berkata kepada Bernard, "Pak Bernard, bukankah Anda sedang mencari guru tutor untuk Narendra? Menurut saya, Jenny adalah orang yang cocok jadi guru tutornya." Setelah itu, Narendra melontarkan pertanyaan pedas sambil menunjuk ke arah Jenny, "Dia jadi guru tutor saya? Anda pasti bercanda, 'kan?" "Jenny pindah ke sekolah kami setahun yang lalu. Selama mengikuti empat ujian, dia selalu berada di posisi terbawah. Bahkan, total nilainya masih lebih rendah dari saya!" Narendra mengangkat kepalanya dengan bangga, seolah-olah prestasinya sangat baik. Bernard berkata dengan nada sinis, "Kamu gagal masuk Kelas Unggulan, masih berani menghina orang lain?" Narendra mengusap hidungnya. Dia tidak menjawab, tapi ekspresinya terlihat tidak terima. Pak Surya berkata sambil tersenyum, "Saya yakin Jenny bisa. Penilaian saya terhadap Jenny nggak mungkin salah." Narendra mendengus. Dia menebak Paman Buyut tidak akan setuju. Bagaimanapun, Paman Buyut sangat mementingkan prestasi belajarnya. Jika tidak, Paman Buyut tidak mungkin datang ke sekolah untuk menanyakan nilainya. Sebelumnya, sudah banyak kuota masuk jalur undangan yang ditolak oleh Paman Buyut, dia mengharuskan Narendra untuk ikut ujian masuk perguruan tinggi. Narendra berkata, "Paman Buyut nggak akan setuju!" Belum selesai berbicara, terdengar suara Bernard berkata, "Aku setuju." Narendra tertegun. Tiba-tiba, Narendra menoleh dan menatap Paman Buyut dengan tatapan tidak percaya. Saat hendak mengatakan sesuatu, Narendra langsung terdiam oleh tatapan dingin penuh peringatan paman buyutnya. Meskipun tidak terima, Narendra bingung. Ada apa dengan Paman Buyut hari ini? Jenny langsung mengatakan, "Aku belum setuju." Bernard berkata sambil tersenyum, "Kamu akan setuju." Jenny penasaran pria itu kok percaya diri sekali, akhirnya Jenny bertanya, "Bagaimana kalau aku tetap nggak setuju? Lagi pula, cucumu kelihatan bukan murid yang pintar." Narendra sangat marah. Dia langsung berdiri, kemudian berkata sambil menunjuk ke arah Jenny, "Kamu yang bodoh! Mana ada orang pintar mau kerja jadi pelayan di rumah orang? Sungguh memalukan!" Jenny terdiam. Bernard memandang Jenny dengan tatapan seolah-olah sedang menyelami kedalaman hatinya. "Kamu pasti lagi butuh uang." Jenny mengernyit, tetapi tidak menjawabnya. Jenny memang lagi butuh uang, tetapi dia tidak mau menunjukkannya. Bernard sepertinya tahu isi hatinya, lalu berkata, "Jadilah guru tutor Narendra. Ujian Narendra pada bulan sebelumnya adalah 300 poin. Kalau nilainya pada bulan berikutnya bisa naik satu poin, aku kasih gaji 20 juta." Jenny menyipitkan mata. Sebenarnya, Narendra tidak bodoh, sayangnya dia malas belajar. Di kehidupan sebelumnya, setelah Jenny masuk ke Kelas Remedial, barulah dia tahu bahwa anak-anak orang kaya tetap bisa lolos ujian masuk perguruan tinggi walaupun nilai mereka jelek. Dari seluruh kelas, hanya Jenny dan Narendra yang tidak lolos ujian. Jenny mengira bahwa Narendra memiliki latar belakang suram sepertinya, sehingga satu-satunya cara bisa masuk perguruan tinggi adalah dengan ikut ujian. Sekarang baru Jenny tahu, meskipun Narendra berasal dari keluarga berpengaruh, dia tetap harus ikut ujian. Di kehidupan sebelumnya, Jenny menjalani hari-hari penuh penderitaan. Setengah dari teman di kelasnya menindasnya. Biasanya, Narendra yang membelanya. Sayangnya, Narendra banyak bolos sekolah dan menghabiskan waktu di warnet. Pada akhirnya, Narendra menyinggung seseorang. Beberapa hari sebelum ujian, Narendra dipukuli di gang, akibatnya dia tidak bisa ikut ujian. Mengingat Narendra pernah membelanya, di kehidupan ini, Jenny mau membantunya. Lagi pula, peluangnya untuk lolos ujian masih terbuka lebar. Itu artinya, dia juga bisa menghasilkan banyak uang. Bernard menatap Jenny, kemudian berkata lagi, "Usai ujian, kalau hasil ujian Narendra bisa melebihi batas minimal nilai kelulusan perguruan tinggi, kamu akan dapat 200 juta per poin." Jenny terkejut. "Astaga, kamu punya tambang emas di rumah, ya? Kok uangmu banyak banget!" pikir Jenny. Setelah mendapat tawaran yang menggoda itu, hati Jenny berdebar kencang, tetapi ekspresi wajahnya tetap tenang. "Oke, aku akan mencobanya. Aku nggak menerima tawaran ini demi uang, melainkan karena potensi Narendra sangat besar. Akan sangat disayangkan kalau dia nggak bisa melanjutkan studinya di perguruan tinggi." Narendra berkata dengan sinis, "Omonganmu bisa dipercaya? Dasar gadis mata duitan!" Jenny terdiam. Pak Surya tertawa. "Ya, sudah, masalah guru tutor sudah beres." "Jenny, Narendra, kembalilah ke kelas. Aku masih mau membicarakan sesuatu dengan Pak Bernard." Jenny mengangguk. Saat mau pergi, Jenny melirik ke arah pria tampan bertubuh tinggi itu. Pak Bernard? Orang yang dapat panggilan terhormat dari kepala sekolah, sepertinya hanya Bernard di Kota Udaya ini. Bel berbunyi sudah cukup lama, Narendra langsung menuju kelas, sementara Jenny masih menyeret kopernya dengan santai menuju ke asrama. Sekalipun Jenny sudah membersihkan nama baiknya di kehidupan ini, tempat tidurnya masih saja digunakan secara jahat sebagai tempat pembuangan sampah oleh seseorang, sama seperti di kehidupan sebelumnya. Isinya sampah, teh susu, dan perlengkapan mandi tumpah ke seprai dan selimut. Jenny melihat pemandangan ini dengan tatapan dingin. Dia tahu dalang di balik ini. Jenny mengambil seprai dan sarung bantal cadangan dari lemari. Kemudian, dia berjalan menuju tempat tidur di seberang dan segera mengganti seprai kasurnya. Setelah itu, menukar barang-barang di meja belajar yang satu set dengan tempat tidur. Yang terakhir, mengganti informasi kepemilikan tempat tidur. Setelah semuanya beres, tempat tidur terbaik di asrama ini menjadi miliknya. Jenny menatap tempat tidur barunya sambil bertepuk tangan dengan puas. "Hm, bagus." "Karena ada orang-orang yang nggak tahu menghargai, maka aku nggak akan segan lagi!" Jenny memegang buku, lalu pergi ke kelas. Pada saat bersamaan, di Kelas Unggulan. Setelah Yovan kembali ke kelas, dia kelihatan tidak fokus. Yovan mengeluarkan ponselnya dan mulai melihat-lihat barang yang cocok untuk hadiah ulang tahun. Setelah memilih-milih, tidak ada hadiah ulang tahun yang seindah hadiah yang dia berikan untuk Syane. Yovan memilih hadiah asal-asalan. Bagaimanapun juga, Jenny terbiasa hidup di desa. Gadis itu pasti belum pernah melihat barang mewah. Jadi, gadis itu tidak mungkin akan iri dengan Syane, putri kesayangan di keluarganya. Waktu gadis itu menerima hadiah ini, gadis itu pasti akan menganggapnya seperti harta karun dan sangat menghargainya. "Kak, kamu sedang beli hadiah lagi buat aku?" Tiba-tiba, ada suara yang lembut dan merdu yang menghentikan apa yang sedang dilakukannya. Yovan mengangkat kepala dan melihat sang adik menatapnya dengan mata polos. Hati Yovan langsung luluh. "Tapi aku nggak suka warna itu, aku suka warna ini." Syane tersenyum sambil menunjuk ke boneka berwarna merah muda di sampingnya. Yovan langsung memesan tanpa ragu, "Kalau kamu suka, aku belikan. Kamu mau beli apa lagi?" "Hm ... Cukup. Hadiah dari Kak Yovan sudah banyak, kamarku hampir penuh." Yovan terkejut. Dia tiba-tiba menyadari bahwa Syane sudah mendapatkan banyak hadiah, tapi bagaimana dengan Jenny? Mereka ... sepertinya belum pernah membelikan hadiah apa pun untuk Jenny. Yovan mengernyit. "Kakak, ada apa?" "Syane, aku mau beli hadiah untuk Jenny. Tolong bantu aku pilih hadiah untuknya."

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.