Bab 668
Hati Nadira terasa hangat.
Zea bangun lebih dulu. Bocah itu mengangkat kepala mungilnya dan menempelkan telinga ke perut ibunya.
Nadira tersenyum dan mengusap rambut Zea. "Kenapa, Sayang? Kok kamu lihat perut Ibu begitu?"
Zea meraba perut ibunya, masih datar seperti biasa. Alisnya berkerut dengan cemas. "Tadi malam Ibu dicium Ayah. Kenapa nggak hamil?"
Nadira tertegun.
"Pfft ... " Morris yang baru menggosok gigi langsung menyemburkan air. "Zea, jangan bahas soal itu lagi."
Ujung mata Nadira berkedut. "Kalian ... lihat, ya?"
Morris mendengkus dan memutar bola matanya. "Ya iyalah. Si berengsek itu mencium Ibu lama banget."
Astaga!
Telinga Nadira memerah. Rasanya dia ingin sekali bersembunyi di lubang.
Mereka baru tiga tahun. Mengapa sudah tahu soal ciuman? Semua ini gara-gara Beni berengsek itu.
Perempuan itu memaki dalam hati, tetapi di luar, dia berpura-pura tenang. "Itu nggak baik. Jangan kalian tiru, ya."
"Ya, Bu. Ayah memang payah."
Zea menatap perut ibunya dengan kecewa. "Dia nggak

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi NovelRead untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda