Bab 3
Orangnya adalah musuh bebuyutan Stefan, sekaligus penguasa keluarga Permana yang ditakuti seluruh Kota Bahari, Wildan Permana.
Lima tahun lalu, dia jatuh cinta pada Kinara pada pandangan pertama, lalu mengejar wanita itu dengan gencar.
Di Pelabuhan Seruni, dia menyalakan 99 kembang api hanya untuk membuat Kinara tersenyum.
Perhiasan dan pakaian mewah yang dikirimnya menumpuk seperti gunung.
Pada waktu itu, Kinara sudah mencintai Stefan. Dia juga merasa Wildan mendekatinya hanya untuk membuat Stefan tersinggung. Karena itu, dia tak pernah sekalipun menoleh kepada pria itu.
Wildan tidak menyerah, dia mengatakan bahwa Stefan bukan pasangan yang tepat dan kelak akan menyakiti Kinara.
Kinara sama sekali tak mau mendengar, dan dia pun bertunangan dengan Stefan.
Wildan kecewa, lalu meninggalkan pesan, "Jika kamu menyesal, atau jika dia menyakitimu, hubungi aku kapan saja. Aku akan menunggumu selamanya." Lalu dia berangkat ke luar negeri malam itu juga.
Lima tahun kemudian, Kinara tidak tahu apakah Wildan masih ingat janji itu.
Detik berikutnya, Wildan langsung menelepon, dengan nada serak dan dalam dia berkata, [Tentu masih berlaku. Aku kasih kamu waktu sebulan. Saat itu, aku akan kembali ke tanah air dan aku akan kasih pesta pernikahan yang meriah untukmu.]
Kinara ragu sejenak. "Ada sesuatu yang harus kukatakan, aku pernah ... mengandung anak Stefan, apakah itu masalah bagimu?"
Di sisi seberang, pria itu menjawab tanpa ragu, "Kinara, masa lalumu bukan masalah untukku. Aku hanya ingin kamu menikah denganku dengan hati yang utuh."
Kinara mengangguk, tiba-tiba Stefan mendorong pintu kamar.
"Kinara, kamu sedang menelepon siapa?"
Kinara langsung menutup telepon, "Teman."
Stefan bersikap dominan dan otoriter, jika tahu dia akan menikah dengan Wildan, pasti tidak akan membiarkannya begitu saja.
Untuk menghindari masalah tambahan, lebih baik dia menyembunyikannya.
Stefan hanya mengucap "oh", dan tidak bertanya lebih lanjut.
Dia melangkah ke depan Kinara, mengeluarkan sebuah kalung berlian dari saku.
"Aku sengaja menyuruh asistenku membelinya, mau kubantu mencobanya?"
Menyakiti dahulu, kemudian bersikap manis. Begitulah cara yang biasa dia lakukan.
Dulu Kinara mudah dibujuk karena dia begitu mencintai pria itu, tapi sekarang ...
Dia memiringkan kepala, menghindar, dan berkata datar, "Biarkan saja, nanti akan kucoba."
Stefan mengerutkan kening, "Bukankah sudah kubilang, Mirana ini nggak akan mengganggu pernikahan kita, kenapa kamu ... "
"Nggak marah." Kinara langsung memotong ucapannya, "Aku hanya agak lelah."
Dia telah memutuskan untuk tidak mencintai Stefan lagi, tentu juga tidak akan marah padanya.
Stefan menatap wajahnya yang pucat dan lelah, alisnya mengerut. "Ibu menghukum kamu lagi?"
Kinara mengejek, "Kapan sih kamu buat skandal dan Ibu nggak menghukumku juga?"
Bu Liza tidak tega memarahi anak kandungnya, jadi dia selalu melampiaskan kemarahannya pada Kinara.
Stefan mengerutkan alis. "Bukankah sudah kubilang, kalau dia menyulitkanmu lagi, cukup telepon aku?"
Kinara tersenyum sinis, tidak berkata apa-apa.
Untuk apa kasih tahu dia?
Jika Bu Liza tahu, dia malah akan dihukum lebih berat.
Lagi pula, sebulan lagi dia akan benar-benar meninggalkan pria itu. Bu Liza tidak akan punya kesempatan menghukumnya lagi.
Stefan membuka selimut, lutut Kinara yang semula putih dipenuhi bekas luka berdarah.
Hatinya sesak, dia segera memanggil pelayan agar membawakan alkohol iodin lalu membersihkan luka-lukanya dengan hati-hati.
Mata pria itu berkaca-kaca, menciptakan kesan seakan-akan dia begitu tulus dan mendalam.
Kinara menggigit bibir keras-keras, menahan air mata agar tidak jatuh.
Stefan berkata lagi dengan suara serak, "Jangan pedulikan dia lagi, jika terjadi sesuatu, aku yang akan tanggung."
Dulu, Kinara pasti akan tersentuh dan menangis mendengar kata-kata itu.
Namun sekarang, dia merasa itu sangat lucu.
Jika Stefan memang dapat diandalkan, Bu Liza tidak akan terus menindasnya.
Dulu dia buta, tidak bisa membedakan manusia dan anjing, untungnya sekarang dia telah sadar sebelum terlambat.
Tiba-tiba, telepon Stefan berbunyi, Bu Liza menelepon.
"Stefan, kamu juga sudah dewasa, jangan terus bergaul dengan orang-orang yang nggak jelas. Bagaimana Ayah bisa tenang menyerahkan perusahaan padamu?"
"Selain itu, kamu dan Kinara akan segera menikah, bilang padanya, segera kasih aku cucu."
"Lima tahun ini, perutnya kok nggak ada tanda-tanda ... "
Apa lagi yang dikatakan Bu Liza, Kinara tidak bisa mendengar jelas.
Wajahnya pucat pasi, tubuhnya gemetar pelan.
Dia sama sekali tak menyadari bahwa Stefan tengah menatapnya tanpa berkedip, sorot matanya penuh kegelapan yang mengancam.
Tak lama, dia mencari alasan dan menutup telepon.
"Kinara, apa kamu menyembunyikan sesuatu dariku?"
Kinara kaget, jantungnya berdegap kencang.
Apa mungkin ... yang dia maksud adalah tentang dirinya yang pernah mengandung?
Anak itu milik Stefan, dia berhak tahu kejadian sebenarnya.
Mengingat hal itu, Kinara menarik napas dalam-dalam, berniat menceritakan semuanya.
Tapi sebelum dia sempat berkata, telepon berdering lagi.
Melihat nama penelepon, Stefan segera melupakan urusan luka dan berkata, "Ada urusan perusahaan mendesak, aku pergi dulu. Nanti kita bicarakan." Lalu dia bergegas pergi.
Tentu saja, itu pasti dari Mirana.
Satu jam kemudian, Kinara menerima foto yang dikirim Mirana.
Stefan mengendarai mobil sport, wajahnya tampak samping begitu menawan dan dalam, Mirana duduk di kursi penumpang.
[Relakan saja, Kak Stefan sama sekali nggak mencintaimu. Satu panggilan teleponku saja sudah bisa memanggilnya pergi.]
Napas Kinara tercekat. Stefan pernah berkata bahwa kursi penumpang di sebelah pengemudi adalah tempat khusus untuk istrinya.
Ungkapan itu masih terngiang, tapi kini yang tersisa hanya sindiran pahit.
Pada saat itu, Kinara mengurungkan niatnya untuk jujur.
Stefan sama sekali tidak mencintainya, dia tak perlu repot-repot.
[Aku nggak menginginkan dia lagi, kalau kamu mau, silakan ambil saja.]
Setelah berlutut semalaman, Kinara lelah dan mengantuk. Dia membalas pesan sebentar lalu tertidur.
Namun tidak lama, suara gaduh membangunkannya.
Stefan masuk sambil menggandeng tangan Mirana. Wajah Mirana yang berdandan sempurna dipenuhi sikap menantang. "Kakak, kita bertemu lagi, ya!"
Kinara menatapnya dingin. "Kamu nggak diterima di sini, keluar!"
"Aku yang bawa dia ke sini," kata Stefan dingin. "Kalau mau berpura-pura, ya harus total. Selama sebulan ini, dia akan tinggal di sini, sampai si pewaris manja itu berhenti mengejarnya."
"Ayo bangun dan bereskan, kosongkan kamar utama untuk Mirana."