Bab 767 Nenekku Pasti Akan Sangat Menyukaimu
Di perbatasan bagian barat.
Suara jangkrik memenuhi sekeliling di sore hari awal musim panas. Warna hijau mulai menyebar sepanjang perbatasan yang terpencil. Para tentara berbaris dengan rapi menuju ke kantin.
Hari itu hari Jumat dan pada malam hari, para tentara mendapatkan liburan singkat. Nines berlari menghampiri Blaine dan bertanya, “Pemimpin, kita libur malam ini. Haruskah kita pergi dan berjalan-jalan di kota bersama?”
Blaine meliriknya dan menolak pria itu, “Apa enaknya berjalan-jalan di kota bersama pria dewasa sepertimu?”
“Yah… apa salahnya bersama dengan pria dewasa? Apa lebih menyenangkan bersama dengan seorang wanita?”
Blaine duduk sambil menginjak pagar. Tatapannya tertuju ke arah matahari terbenam di kejauhan.
Dia menjawab dengan dingin, “Ya, aku menunggu wanitaku untuk makan malam. Aku tidak punya waktu denganmu.”
Nines diam-diam mencemooh pria itu, “Tidak mungkin. Apa Ruby terbang ke sini malam ini?”
“Kau tidak mempercayaiku?”
“Pemimpin, aku takut wanita itu hanya mempermainkan perasaanmu saja.”
Blaine terus memandangi langit yang berwarna merah tua dan tiba-tiba, sebuah helikopter terbang melintasi langit.
Blaine tersenyum saat dia melompat turun dari pagar. Dia mengambil ikat pinggangnya yang dia lepaskan tadi dan mengetukkannya di telapak tangan. Dia sedikit menaikkan alisnya, memberi isyarat agar Nines melihat langit.
“Dia sampai.”
Nines tidak bisa berkata-kata.
Dia mengernyitkan dahinya dan berbalik untuk menatap langit dengan ragu. Benar-benar ada sebuah helikopter yang sedang terbang di langit.
Blaine langsung menuju ke sana. Dia menepuk bahu Nines saat dia berjalan melewatinya. “Aku duluan. Kau harus mencari orang lain untuk minum denganmu hari ini.”
Blaine menyombongkan dirinya dengan bersemangat.
Nines berdehem, “Sekarang kau meninggalkanku. Akulah yang sudah menyelamatkan nyawamu!”
Blaine mengetuk ikat pinggangnya lagi ke telapak tangannya dan bicara tanpa menolehkan kepalanya, “Kau akan mati jika tidak menyelamatkan nyawaku.”
Nines tidak bisa berkata-kata.
Yah, dia memang bos-nya jadi dia yang memberi perintah.
Nines berteriak di belakang Blaine, “Kau pikir kau hebat hanya karena kau punya kekasih?”
Blaine hanya melambaikan tangannya dan menjawab dengan santai, “Memang tidak terlalu hebat, tapi memiliki kekasih yang menerbangkan helikopter hanya untuk menemui kekasihnya itu benar-benar hebat.”
Sudut bibir Nines berkedut.
Dia menatap ke arah helikopter yang perlahan mendarat dan tersenyum. Menurutnya Ruby dan pemimpin adalah pasangan yang serasi.
Wanita biasa tidak akan menerbangkan helikopter seorang diri ke perbatasan bagian barat hanya untuk menemui kekasihnya.
…
Membawa tas ransel di satu sisi bahunya, Ruby turun dari helikopter dan melihat pria yang menunggunya tidak jauh dari sana.
Angin kering di awal musim panas menyapu wajahnya.
Blaine menundukkan kepala untuk melihat jam di pergelangan tangannya. Sudah jam 6.10 sore.
Pria itu mengangkat kepalanya dan menatap Ruby sambil tersenyum. “Kau datang tepat waktu untuk makan malam.”
Ruby menghampiri kekasihnya dan Blaine merentangkan tangannya.
Ruby tersenyum pasrah dan memeluknya seperti gadis biasa yang sudah lama tidak bertemu dengan kekasihnya.
Ruby menopangkan dagu di bahu lebar Blaine dan mengolok-olok pria itu, “Tuan Blaine, kau bau keringat.”
Lagipula, Blaine sedang ada di perbatasan. Terlebih lagi, dia sudah melatih para tentara sepanjang hari. Dan Blaine juga belum mandi jadi wajar saja kalau dia bau keringat.
“Apa kau merasa jijik?” Blaine sedikit mendorong Ruby menjauh dan menatap mata wanita itu dengan lembut.
Ruby tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Dia mencibirkan bibir merahnya dan memeluk Blaine lagi, “Aku sangat merindukanmu.”
Setelah mengatakan itu, Ruby mengangkat kepalanya dan mengecup bibir Blaine.
Meskipun ciuman itu berlangsung dengan cepat, rasanya hangat dan juga menggoda di saat yang bersamaan. Hati Blaine pun bergetar.
Ruby sudah melangkah maju bersama tas ranselnya. Blaine menghampiri wanita itu, mengikutinya dan mengambil tas ransel dari bahunya.
Blaine membawa tas ransel Ruby dengan satu tangannya sementara tangannya yang lain merangkul pinggang Ruby. Mereka berjalan menuju asrama bersama.
“Tadi aku berangkat sekitar jam 1 siang jadi aku tidak makan siang. Apa yang akan kita makan untuk makan malam?”
Blaine menatap Ruby dengan tatapannya yang membara. Wajahnya terlihat menggoda.
“Aku pikir sebaiknya kita mengisi perut dulu sebelum mulai berpikir untuk melakukan hal yang lain.”
Ruby merencanakan apa yang awalnya akan mereka lakukan dengan nada serius.
Melihat wajahnya yang serius, senyum di wajah Blaine semakin dalam. “Kau datang sejauh ini untukku. Aku akan mentraktirmu untuk makan enak.”
Ruby menaikkan alisnya, “Makanan kantin?”
“Apa aku sepelit itu kepadamu?”
Ruby mengamati ke sekelilingnya. Tempat ini sangat sepi.
“Ada apalagi yang bisa dimakan di sini?”
Setelah beberapa saat, Ruby tiba-tiba memikirkan sesuatu. Dia tidak bisa menahan dirinya untuk mengingatkan Blaine, “Omong-omong, Tuan Blaine, aku tidak makan ikan panggang.”
Bukan karena ikan panggang tidak enak, tapi orang seperti Ruby yang berada dalam misi sepanjang tahun bertahan dengan memakan ikan dan udang panggang di alam liar. Meskipun dia sudah berhenti dari pekerjaannya, dia tidak ingin makan ikan panggang untuk sementara waktu.
“Siapa yang bilang aku mau memanggangkan ikan untukmu? Aku membuatkan ikan panggang untukmu waktu itu hanya untuk menunjukkan keterampilan masakku, tapi pria yang melakukan hal yang sama dua kali sungguh kuno.”
“Sepertinya kau sangat berpengalaman?”
Blaine bicara seperti seorang ahli dalam menjalin hubungan. Ruby tidak percaya kalau ini adalah ini kali pertama pria itu mengencani wanita.
Blaine berkata, “Aku tahu semua ini karena aku menganggap serius hubungan kita.”
Wanita itu menatap wajah Blaine yang tampan dari samping saat senyum pasrah menghiasi wajahnya. “Sepertinya aku ingin menciummu lagi.”
“Kalau begitu kenapa kau menahan dirimu?”
Blaine sedikit menundukkan kepalanya dan bibir mereka bersentuhan.
Matahari terbenam terlihat bayangan mereka.
…
Blaine mengajak Ruby berkendara ke kota.
Ada sebuah bar yang mewah di kota. Beberapa meja ditempatkan di luar bar dan para pelanggan duduk berlawanan satu sama lain, asyik mengobrol sambil menikmati makanan mereka.
Bar menjadi terang saat senja turun dan langit menjadi gelap.
Bar itu terkenal karena makanan mereka yang merupakan perpaduan Timur dan Barat. Mereka menyajikan daging kambing dan sapi terbaik di kota. Mereka juga memiliki makanan lezat lainnya.
Sate kambing disajikan secara mentah. Loyang diletakkan di tengah meja.
Blaine bertanggung jawab untuk membakar sate kambing sementara tugas Ruby adalah menikmati makanannya.
“Bagaimana rasanya?”
Ruby menjawab dengan jujur, “Kambing ini pasti sering berlari di ladang. Dagingnya sangat kenyal. Tidak berbau sama sekali karena dibumbui dengan sangat baik. Rasanya lezat."
Melihat Blaine yang sibuk membakarkan satai untuknya, Ruby mengambilkan satu tusuk sate kambing dan menyuapi Blaine.
Blaine tidak ragu untuk membuka mulutnya dan memakan daging itu.
Mereka tidak canggung untuk bermesraan sama sekali.
Ruby tersenyum dan memakan sate kambing yang tadi dia berikan kepada Blaine. Dia terus menyuapi Blaine.
Pemilik bar itu sepertinya orang yang sangat ramah. Ini bukan pertama kalinya dia bertemu dengan Blaine karena Blaine dan Nines sering berkunjung ke bar selama makan malam di hari Jumat.
Matanya berbinar saat dia melihat Ruby. Wanita itu tersenyum dan bertanya pada Blaine, “Tuan Blaine, apa ini kekasihmu?”
Blaine menganggukkan kepalanya dengan sopan, “Ya, namanya Softie. Dia kekasihku.”
“Tuan Blaine, kekasihmu sangat cantik. Kunjungi bar kami dengannya lebih sering, dan aku akan memberimu diskon.”
Menatap Ruby yang duduk berlawanan dengan dirinya, Blaine tersenyum dengan penuh kasih sayang. “Tentu saja.”
Pemilik bar itu memberi mereka dua botol bir secara gratis.
Ruby adalah seorang peminum yang baik. Minum dan makan dengan Blaine di saat yang bersamaan, dengan segera dia pun merasa kenyang.
“Kau mendapat diskon hanya karena aku terlihat cantik? Aku tidak pernah merasakan situasi ini sebelumnya. Jika aku secantik itu, bisakah aku makan dengan gratis?”
Blaine berkata dengan serius, “Jika pemiliknya seorang pria dan kau datang ke sini sendiri, kau mungkin akan mendapatkan makanan secara gratis.”
Ruby menopang dagu dengan tangannya dan mengernyitkan dahi. Dia bertanya pada Blaine dengan serius, “Tapi aku terlihat seperti orang yang tidak bisa dianggap remeh. Meskipun aku terlihat cantik, aku bukan orang yang menyenangkan.”
Bicara tentang menyenangkan… di antara semua gadis yang dia kenal, dia menganggap kalau Serene adalah tipe gadis yang menyenangkan. Dia terlihat patuh dan manis. Terlebih lagi, dia lembut tapi sedikit aneh di saat yang bersamaan.
Ruby bukan tipe gadis yang membuat orang lain ingin mendekatinya saat mereka melihatnya.
Blaine geli melihat wajah Ruby yang serius. Kenapa dia tidak menyadari sisi Softie yang manis ini?
“Nenekku pasti akan sangat menyukaimu.”