Bab 153
Naina tak percaya.
Matanya yang bulat seperti anggur menatap dengan kebingungan.
Wajah Kenzi sedikit bergetar.
Bukankah anak ini biasanya sangat sopan dan penuh tata krama?
Di saat seperti ini, bukankah seharusnya dia melindungi gadis itu? Kalaupun tidak duduk di pangkuannya, setidaknya dia bisa bantu ambilkan kursi agar gadis itu bisa duduk di sebelahnya.
Masa disuruh jongkok?
Dia bukan anjing.
Suasana menjadi canggung.
Rasanya seperti menonton sebuah drama panggung, di mana salah satu aktor tiba-tiba melompat keluar dari alur cerita yang telah ditentukan dan mulai berimprovisasi, membuat aktor lainnya terjebak dan tidak tahu bagaimana melanjutkan.
Shania berpikir, "Nggak salah lagi, bosku memang luar biasa. Otaknya selalu begitu tajam!"
Dia pun diam-diam menghela napas lega.
Barusan dia sempat mengira Xander benar-benar tertarik pada gadis itu.
Terus terang, kalau memang Xander benar-benar menginginkan gadis itu, sebagai sekretaris, Shania tak bisa berbuat banyak selain merasa kecew

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi NovelRead untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda