NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 7

Darah di ujung jari merah menyala, dan rasa lengketnya membuat napas Niko sesak beberapa saat. Reaksinya membuat Simon yang berdiri di sampingnya ikut menyadari. Anak berusia enam tahun itu sudah tahu apa itu kematian. Wajahnya memucat saat bertanya pelan kepada Niko, "Mama ... nggak akan mati, 'kan?" "Diam!" Begitu mendengar kata "mati", wajah Niko langsung menggelap. Dia spontan membentak anaknya dengan suara dingin dan tajam, sorot matanya juga dingin mengerikan. Simon terkejut, tubuhnya gemetar, mundur dua langkah dan langsung menempel erat pada Susan. "Tante Susan ... " Itu pertama kalinya ayahnya membentaknya. Susan sempat ingin menenangkan Niko agar tidak terlalu keras pada Simon. Namun, saat melihat sisi wajah Niko yang begitu dingin dan menyeramkan, dia tidak berani bicara. Dia hanya mengelus kepala Simon dengan lembut, sementara matanya yang penuh kebencian menatap lampu ruang gawat darurat. Kenapa Selena tiba-tiba berdarah? Kenapa bisa ... Jangan-jangan ... Selena hamil lagi? Selama ini, Susan merasa dirinya sudah berhasil menggantikan posisi Selena di sisi Niko. Beberapa hari ini, dia sengaja membuat Selena salah paham, seolah dia dan Niko sudah menjalin hubungan. Bahkan saat dia sengaja memprovokasi dan menjebak, Niko selalu berpihak padanya. Dia pikir Niko sudah muak dengan Selena, si "wanita berwajah masam" yang membosankan. Namun, sekarang tampaknya ... Melihat ekspresi Niko yang gelap dan penuh kecemasan, serta matanya tidak lepas dari pintu ruang gawat darurat, bahkan seolah tidak berani berkedip. Susan menatap noda darah di jas Niko, matanya menyipit. Di situasi seperti ini mengapa Selena hamil?! Sekalipun benar, dia tidak akan membiarkan Selena melahirkan anak itu. Niko adalah miliknya. Status Nyonya Horman hanya akan menjadi miliknya! Niko terus menatap lampu yang menyala di atas pintu. Hatinya terasa semakin tenggelam mengikuti waktu berlalu. Terakhir kali dia menunggu di rumah sakit dengan perasaan seperti ini adalah enam tahun lalu, saat Selena melahirkan Simon. Niko tiba-tiba teringat sesuatu! Dia mengusap darah yang mulai mengering di jarinya, dan teringat bahwa beberapa hari terakhir, Selena sering mual dan muntah. Seketika, dadanya terasa terguncang. Gejala itu persis seperti saat Selena mengandung Simon dulu. Waktu terus berjalan. Saat Niko hampir tidak tahan lagi, lampu di atas pintu ruang gawat darurat akhirnya padam. Segera, pintu ruang gawat darurat terbuka. Perawat mendorong ranjang keluar, membawa Selena yang terbaring lemah. "Selena!" Niko langsung melangkah cepat mendekat. Wajah Selena pucat seperti salju, tubuhnya lemah. Dia hanya melirik Niko sekilas, lalu memalingkan wajah. "Dokter, gimana kondisi istriku ... " "Pasien ... " Dokter hendak menjelaskan, tetapi Selena langsung menatapnya dengan tatapan memohon. Dokter itu mengerutkan kening, lalu berkata dengan nada dingin, "Kondisi pasien nggak terlalu baik, tapi sudah nggak mengancam nyawa. Hanya saja, sebagai keluarga, Anda harus lebih memperhatikan sumber alerginya!" Setelah itu, dokter pergi dengan wajah dingin. Seorang perawat mendorong Selena ke ruang perawatan. Niko mengikuti sampai ke kamar rawat. Melihat Selena memejamkan mata, tidak ingin bicara, dia terdiam sejenak sebelum bertanya, "Selena, kamu hamil lagi?" Dia mengangkat tangannya, menunjukkan darah merah di ujung jarinya. Selena membuka mata, menatap wajah Niko yang penuh pertanyaan dan keraguan. " ... Nggak." Niko menunggu lama, hanya untuk mendengar satu kata dingin dari Selena. Keningnya langsung mengernyit lebih dalam. "Lalu darah ini dari mana?" "Menstruasi." Nada Selena penuh ketidaksabaran. Gejala sisa dari alergi masih membuat tubuhnya tidak nyaman, dan Niko terus-menerus bertanya, membuatnya semakin kesal. Kenapa dulu dia tidak pernah sepeduli ini? Selena tertawa dingin, lalu membalikkan badan, berbaring membelakangi Niko, berharap pria itu tahu diri dan berhenti bertanya. Namun, Niko malah berjalan ke sisi lain ranjang. "Hanya menstruasi? Lalu kenapa akhir-akhir ini kamu mual dan muntah?" Selena menutup mata, berniat mengabaikannya sepenuhnya. Niko mendekat, hendak mengangkat tubuhnya. "Aku akan bawa kamu periksa kehamilan ... " "Niko!" Selena mendorongnya dengan marah, suaranya dingin dan tajam saat berkata, "Kamu harus menyiksaku sampai mati dulu baru puas, ya?!" "Pak Niko, Kak Selena mungkin hanya sedang menstruasi. Emosinya belakangan ini juga nggak stabil, mungkin karena pengaruh siklus bulanan." Susan, yang sudah lama berdiri di depan pintu bersama Simon, langsung masuk begitu mendengar Niko ingin membawa Selena periksa kehamilan. Dia menduga bahwa Selena pasti tidak hamil. Jika benar hamil, dengan sifat Selena yang selalu mengejar perhatian Niko, pasti sudah dari awal minta diperiksa. Susan tidak tahu mengapa Selena "berdrama" sebesar ini. Namun, dia senang melihatnya. Dengan Susan ikut menjelaskan, Niko pun tidak lagi memaksa Selena untuk periksa. Jadi, mual dan muntah Selena selama ini hanya sandiwara? Dia tidak mau diajak periksa karena takut ketahuan memang tidak sedang hamil? Ekspresi Niko langsung sangat masam. Dia merasa Selena sudah keterlaluan. "Kalau begitu, cepat rapikan dirimu dan pulang! Aku nggak punya waktu untuk buang-buang di rumah sakit!" seru Niko langsung. "Pak, nyonya ini belum bisa keluar dari rumah sakit, sebaiknya ... " Seorang perawat langsung menegur, tetapi Selena buru-buru memberi isyarat agar tidak memperpanjang. "Aku baik-baik saja. Istirahat di rumah pun sama saja." Selena tersenyum pada perawat itu, meski wajahnya pucat, senyumnya tetap lembut dan menyentuh hati. Dia berganti pakaian, lalu berjalan keluar dari kamar rawat. Niko sudah berjalan beberapa meter di depan, wajahnya penuh ketidaksabaran. Susan menatap punggung Selena, sorot matanya berubah. Setelah menyuruh Simon pergi, Susan sengaja tertinggal dua langkah di belakang, lalu tersenyum manis dan bertanya pada perawat, "Maaf, mau tanya, apa kakakku itu sedang hamil?" Senyumnya tampak polos dan tidak berbahaya, tetapi perawat yang sudah bertemu banyak orang langsung bisa menebak apa yang terjadi. Susan kemungkinan adalah selingkuhan suaminya wanita hamil tadi. Perawat itu hanya melirik Susan dengan tatapan sinis, lalu membalikkan badan dan pergi tanpa menjawab. Wajah Susan seketika menegang. ... Setelah kembali ke rumah Keluarga Horman, Selena langsung naik ke lantai atas dan masuk ke kamarnya. Dia hanya sempat mendengar suara Simon bertanya pada Susan, "Malam ini makan apa?" Hatinya terasa dingin. Sejak dia pingsan hingga sekarang, anak kecil itu tidak pernah menanyakan kondisinya. Tidak ada sedikit pun perhatian yang diberikan padanya. Keesokan paginya. Meskipun tubuhnya masih lemah, Selena bangun tepat waktu berkat jam biologis yang sudah terbentuk selama bertahun-tahun. Dia bersiap untuk membuat sarapan bagi Simon. Semua itu sudah menjadi kebiasaannya. Selena sudah memutuskan untuk pergi, tetapi tetap ingin menjalankan tanggung jawabnya dengan baik selama dua belas hari terakhir. Namun, saat dia menahan rasa tidak nyaman untuk memasak, dia melihat Niko dan Simon sudah duduk bersama Susan di ruang tamu, menikmati sarapan. Dia melihat Niko melirik luka melepuh di tangan Susan akibat air panas. "Kamu nggak perlu repot-repot mengurus hal-hal seperti ini. Selena akan mengurusnya dengan baik." Dada Selena terasa sesak. Kemudian, dia mendengar suara Susan, lembut dan penuh perhatian berkata, "Nggak apa, Kak Selena sedang nggak enak badan. Sudah seharusnya aku bantu-bantu sedikit." Heh! Jadi di mata Niko, memasak untuk mereka adalah tugasnya? Lihatlah tangan Susan yang tampak lembut itu. Dia dulu pernah menangis di hadapan Selena, mengaku sejak kecil sudah harus memasak untuk sekeluarga. Sekarang hanya menggoreng telur saja tangannya sudah melepuh. Di hadapan Niko, dia berubah menjadi wanita lembut yang tidak pernah menyentuh pekerjaan rumah? Selena mengalihkan pandangan, berbalik dan kembali ke kamarnya. Ponselnya bergetar pelan. Dia menunduk, menatap layar ponselnya. Hitung mundur: tersisa dua belas hari. Dengan ujung jarinya, dia mengusap layar dan menekan sebuah nomor yang sudah lama tidak dia hubungi. "Pak Ivan ... "

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.