Bab 1103
Dunia tampak kelam.
Hampa tanpa kehangatan dan warna.
"Te ... Teguh ..."
Xena gemetar hebat. Suaranya serak akibat tangis, raut wajahnya tampak panik sekaligus tak berdaya. "Ke ... kenapa kamu nggak menghindar?"
Teguh mengangkat kepala, menatap Xena dengan datar. "Dulu, di bawah lava, kamu telah menyelamatkan hidupku."
"Kalau bukan karenamu, mungkin aku sudah mati sejak lama."
"Hari ini, kuterima tusukan pedangmu untuk membalas budi."
"Mulai sekarang ..."
"Kita nggak punya hubungan lagi. Anggap saja semua utang di antara kita sudah lunas."
"Kalau kita berhadapan di arena nanti, jangan ragu untuk menyerangku."
"Karena ..."
"Aku juga nggak akan ragu."
Nada suara Teguh tak keras.
Tak terselip sedikit pun emosi di sana. Sekarang, keduanya seperti orang asing.
Setiap kata yang keluar dari bibirnya bagaikan petir di siang bolong yang mengguncang hati Xena.
Membuatnya enggan untuk percaya.
Membuatnya putus asa.
"Er ..."
Teguh berbalik, membiarkan Pedang Permata Air ditarik keluar dari dadanya

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi NovelRead untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda