Bab 1698 Waktu Regis Hampir Habis
Karena itu, Regis hanya bisa menghela napasnya dan menambahkan, “Namun, masih ada pertempuran konflik yang terjadi dalam internal di dalam keluarga kami. Orang-orang itu adalah duri yang ada di sisiku.” Pada saat ini, Regis kembali terbatuk dengan sangat keras.
Olympias buru-buru menjawab, “Kakek, cuaca di sini cukup berangin. Seharusnya kita tidak tinggal di sini lebih lama lagi.”
“Aku baik-baik saja, nak. Aku hanya ingin menikmati angin yang bertiup sepoi-sepoi,” ujar Regis seraya tersenyum. “Meskipun aku belum memberikan pengumuman, namun orang-orang itu sudah saling memukul untuk memperebutkan posisi dari pimpinan keluarga ini. Nak, apakah kau sudah tahu? Menurut pendapatku, hanya ada dua orang yang paling memenuhi syarat untuk dapat menggantikan patriarki keluarga ini.”
“Salah satunya adalah ayahmu, tetapi sayangnya dia sudah wafat. Paman Dillon adalah kandidat yang lainnya, bahkan dia lebih tidak bisa diandalkan. Dia, menjadi kandidat yang pertama, namun sayangnya dia berasa dari anak haram. Lagi pula, dia hanya pernah tertarik pada seni bela diri Kendo dalam hidupnya dan dia tidak tertarik pada hal yang lain. Dia juga pernah mengunjungiku untuk terakhir kalinya. Aku bertanya kepadanya apakah dia akan kembali untuk meratapi kematian ku setelah aku meninggal. Tebak apa yang dia katakan?”
“Si b*sek itu berkata bahwa dia akan pergi ke suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang penting selanjutnya. Mungkin dia tidak bisa kembali untuk waktu yang cukup lama, dia pasti akan merindukan pemakamanku.”
“Katakan padaku, Nak! Apakah bajingan itu bahkan menyadari apa yang sedang dia katakan? Aku pernah berkata padanya, orang tuamu itu tidak akan mendapatkan apa-apa. Apa yang lebih penting dari ayahmu yang sudah meninggal itu? Coba tebak apa yang sudah dikatakan orang ini lagi? Dia telah berkata bahwa kematian akan menghampiri semua orang dan bahwa dia akan turun untuk menemaniku dalam seratus tahun.”
Pada saat ini, Regis merasa marah dan tertawa geli pada saat yang bersamaan. Dia tidak bisa berbuat apa-apa tentang Dillon.
“Nak, kudengar Tuan Istanamu itu adalah sahabat dari Pamanmu Dillon, apa benar? Bagaimana mereka bisa bertemu dan berteman dengannya?”
“Bos aku telah mengalami kesulitan demi kesulitan bersamanya,” ucap Olympias setelah berpikir sejenak. “Mereka pergi bersama untuk menjelajahi makam dari Pendekar Pedang sebelumnya.”
"Oh seperti itu. Pendekar Pedang adalah seorang prajurit terkuat di bawah Alam Setengah Dewa. Pria itu adalah sebuah legenda.” Regis tampak merenung dengan keras, "Apakah mereka telah menuai manfaat setelah memasuki makamnya?"
“Seharusnya ada sesuatu,” jawab Olympias.
“Hehe, jawabanmu cukup bagus.” Kemudian, Regis berhenti sejenak sebelum akhirnya dia bertanya, “Kalau begitu, Nak, menurutmu, siapa di antara bibi dan pamanmu yang akan menjadi kandidat paling cocok untuk menjadi patriarki disaat aku mati? Kau tahu, kami selalu mewariskan posisi tanpa memandang jenis kelamin siapapun. Posisi akan selalu disediakan untuk seseorang yang mampu.”
Olympias tampak menyeringai saat ini, “Kakek, aku belum pernah tinggal di keluarga ini selama bertahun-tahun. Bagaimana mungkin aku bisa mengetahuinya? Tetapi jika kau benar-benar membutuhkanku untuk menyebutkan satu nama, mungkin orang itu adalah Paman Jules.”
“Jules?” Regis hanya bisa tersenyum walau tidak menjawab. Akhirnya, dia mulai berbalik dan duduk di meja dengan tenang.
Saat ini Olympias merasa sedikit pusing. Tiba-tiba, dia memiliki keinginan yang kuat untuk segera tidur.
"Nak, kau pasti sudah lelah, ‘kan?" Regis buru-buru bertanya ketika dia memperhatikan kondisinya.
Olympias, sebaliknya, tubuhnya merasakan kantuk yang sangat berat. Dia adalah hakim terbaik dari tubuhnya sendiri. Jika dilihat dari jarak yang telah mereka tempuh, dia seharusnya dia tidak terlalu lelah. Tapi entah kenapa, rasa kantuk itu menjadi lebih intens pada saat ini, dan bahkan dia tidak bisa membuka matanya dengan lebar.
“Kenapa kau tidak beristirahat di salah satu kamar ini? Aku akan meminta Ortwin untuk membuat memenuhi semua kebutuhan yang kau perlukan,” desak Regis.
Ortwin sudah bangun dan berjalan menuju Olympias. “Nona Muda, izinkan saya membawa mu untuk beristirahat di kamar. Kami telah memiliki kamar ekstra di Menara Regis. Aku sudah membersihkannya untukmu. kau harus menghabiskan beristirahat di sini.”
"Oke." Olympias mengangguk dengan patuh, sama sekali tidak menolak tawaran itu. Dia berkata padanya, "Kakek, kalau begitu aku akan pergi ke kamarku dan tidur terlebih dahulu." Kemudian, tanpa sadar Olympias mulai menguap, merasakan kelopak matanya menjadi semakin berat.
"Tentu saja." Regis tersenyum dan melambaikan tangannya. "Lanjutkan."
Lalu, Ortwin mulai memapah tubuh Olympias masuk kedalam kamar. Faktanya, di tengah perjalanan, Olympias terlihat sangat mengantuk sehingga dia hampir saja tertidur.
Setelah menempatkan tubuh Olympias keatas tempat tidur, Ortwin kembali menemui Regis.
Regis bertanya, "Apakah gadis itu sudah tertidur?" Suaranya terdengar sangat kebapakan, seolah-olah dia bertanya kepada istrinya apakah anak mereka sudah tertidur.
"Sudah." Ortwin mengangguk, “Ikan arwana itu memiliki efek yang sangat kuat. Aku tidak yakin apakah porsinya terlalu banyak bagi Nona Muda untuk menghabiskan seluruh ikan sekaligus.”
"Itu bukan masalah. Dia bukan lagi gadis biasa,” jawab Regis.
“Semua anggota organisasi tempat dia bernaung terdiri dari semua pejuang yang sangat hebat. Sayangnya, mereka tidak dibesarkan di dunia seni bela diri kuno sebagai anak-anak. Mustahil untuk mengatakan betapa menakutkannya orang-orang ini jika mereka dibesarkan di dunia seni bela diri kuno.”
“Saat ini, mereka telah menjadi organisasi Transenden di dunia seni bela diri kuno,” ucap Ortwin sambil tersenyum. “Dalam jangka panjang kemampuan yang mereka miliki akan sangat menakutkan. Mungkin Sembilan dari Kredo yang ada akan berkembang menjadi Sepuluh dalam beberapa tahun kedepan.”
“Haha, aku merasa tidak yakin apakah aku bisa menyaksikan peristiwa itu,” ucap Regis.
"Paman Ortwin, aku harus menjalankan tugas." Pada saat itu, ekspresi Regis telah berubah menjadi sangat serius.
"Secepat itu?" Wajah Ortwin tampak berseru kaget.
"Yah, waktunya sudah hampir tiba."
"Baiklah kalau begitu." Cahaya di mata Ortwin mulai berubah menjadi sedikit redup. Akhirnya dia berjalan kearah pintu dan keluar dari Menara Regis.
Ortwin pergi ke Kediaman Clovis, yang merupakan milik sang Tetua Agung, lalu kediaman Ansel dan juga kediaman Jules. Bagaimanapun juga, Ortwin telah mengirimkan pesan ke seluruh klan keluarga.
Setelah Ortwin meninggalkan kediaman Jules, dia tetap terpaku di suatu tempat dan terdiam untuk waktu yang cukup lama.
"Tuan Jules, apa yang dikatakan oleh Senior Ortwin kepadamu sebelumnya?" Quent berjalan mendekat dan bertanya padanya.
"Dia datang untuk memberi tahu semua para keturunan dan anggota inti dari keluarga White," jawab Jules setelah menarik napasnya dalam-dalam. "Pimpinan dari keluarga telah meminta semua orang untuk menghadiri pertemuan di ruang dewan besok."
Usai kata-kata ini meluncur dari bibirnya, Quent mulai tampak tercengang.
Tidak ada yang mengetahui bahwa Regis tengah mengalami sakit parah. Kehidupan Regis akan segera berakhir, sebagaimana telah dibuktikan oleh pertemuan mereka di menit terakhir.
Faktanya, Regis telah menahan napas terakhirnya untuk dapat melihat cucunya untuk terakhir kalinya. Waktunya sudah semakin dekat untuk pergi karena seluruh keinginannya telah dikabulkan.
Di luar bangunan Menara Regis, angin dingin terus saja bertiup.
Meskipun pemanas telah dinyalakan di dalam Menara Regis, namun cuaca saat itu masih terasa sangat dingin bagi Regis. Dia duduk diam di depan meja makan sambil menatap makanan di atas meja.
Ortwin telah kembali dan menemukan Regis masih duduk di tempat yang sama. Pria itu mulai mendekatinya dan berkata, "Tuan, sudah waktunya untuk beristirahat."
"Aku belum mengantuk." Regis langsung menolak sambil menggelengkan kepalanya.
Ortwin hanya bisa menganggukkan sedikit kepalanya, merasakan air matanya menggenang di seluruh kedua matanya.
“Paman Ortwin, apakah kau ingat tentang toples Anggur Muscadine yang kita kubur bersama dua puluh tahun yang lalu? Gali saja sekarang agar kita bisa menghabiskannya malam ini?”