NovelRead
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 8

Evander juga ikut campur. "Mereka tahu kalau itu aku?" tanya Sherly. Sherly tidak mengatakannya secara langsung, tapi yang dia maksud adalah apakah Hanna tahu kalau "Lyn" itu sebenarnya dirinya, Sherly. Namun dia tahu Brandon pasti paham maksudnya. "Nggak tahu." Brandon langsung menjawab, "Aku yakin soal itu." Sherly terdiam. Mobil-mobil melintas di sampingnya, dia menatap awan yang perlahan bergerak di langit, lalu membuat keputusan. Sherly lebih dulu menelepon dokter untuk menanyakan apakah jadwalnya bisa diundur ke sore hari. Setelah itu, dia memberi tahu Brandon kalau dia akan segera ke sana. "Baik, datang secepatnya." Setelah menutup telepon, Sherly memutar mobilnya dan mampir membeli beberapa barang. Lalu melaju cepat ke Futana Entertainment. Mobil berhenti, Sherly memakai topi, kacamata hitam, dan masker. Setelah itu dia melangkah masuk ke gedung Futana Entertainment Terdengar bunyi ding, pintu lift terbuka. Sherly melangkah masuk ke kantor dengan sepatu hak tinggi Diore. "Lyn, kamu datang." Brandon yang pertama kali melihat Sherly. Saat melihat gaya baru Sherly, alis Brandon sedikit terangkat, tapi ekspresinya tetap tidak berubah. Dia menuntun Sherly masuk dan duduk di sisi lain meja panjang. Evander dan Hanna duduk di seberang meja. Begitu Sherly masuk, Hanna langsung berdiri. "Halo, Lyn. Aku Hanna, nggak tahu kamu pernah dengar namaku atau belum." Hanna tersenyum lemah, tampak sangat kasihan. Hanna berkata, "Aku benar-benar ingin membeli lagumu. Aku harap kamu bisa menjualnya padaku." Sherly tidak langsung menjawab. Matanya justru tertuju pada Evander. Evander sama sekali tidak menatapnya. Seluruh perhatiannya hanya tertuju pada Hanna. Brandon yang duduk di sebelah Sherly akhirnya bicara lebih dulu setelah mendengar ucapan Hanna. "Nona Hanna, lagu Lyn yang ini memang nggak untuk dijual. Aku sudah bilang sebelumnya," ujar Brandon. Hanna sama sekali tidak menggubris Brandon, tapi matanya memerah saat menatap Sherly. "Tapi Nona Lyn, aku benar-benar menyukai lagu ini," katanya, lalu tiba-tiba mengerutkan kening, seolah sedang menahan sakit. Evander yang ada di sampingnya mengerutkan alis dan tampak khawatir. Namun Hanna menggelengkan kepala dengan tegar, lalu kembali menatap Sherly. "Nona Lyn, hidupku cuma tersisa setengah tahun lagi. Jadi aku harap kamu bisa berbaik hati, anggap saja membantu mewujudkan keinginan terakhirku." Mendengar itu, Sherly hanya tertawa pelan. Keinginan terakhir lagi. Sewaktu Evander minta cerai dulu, dia juga bilang kalau keinginan terakhir Hanna adalah menikah dengannya. Sekarang, keinginan terakhirnya bertambah satu lagi. Sherly selalu menghormati orang yang sakit, menghormati hidup dan mati. Tapi orang yang harus membayar harganya adalah dirinya sendiri. Dia juga tidak ingin menghormati orang ketiga yang merusak pernikahannya. Apa dia bisa seenaknya diinjak karena tidak mengidap penyakit yang membuat hidupnya hanya tersisa enam bulan? "Bagaimana kalau aku bilang nggak mau menjualnya?" Sherly berpikir, lalu memelankan suara dan berkata dengan serak. Hanna langsung terdiam. "Nona Hanna, aku sudah dengar sedikit tentangmu." Sherly melanjutkan dengan suara rendah. "Florist terkenal, Hanna, yang katanya sedang menghitung mundur menuju kematian dan belakangan ini sudah viral di internet. Tapi lagu ini, dijual atau nggak, itu urusanku. Aku nggak punya kewajiban untuk memenuhi keinginan terakhirmu. Selain itu, aku juga nggak mengerti kamu mau pakai lagu ini untuk apa." Sherly berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Kamu mau putar lagu ini di akun siaran langsungmu atau buat lagu pengiring pemakamanmu nanti?" "Kamu!" Hanna marah sampai batuk keras. Evander menepuk punggungnya Hanna dengan lembut sambil menatap Sherly dengan kesal. Itu juga pertama kalinya sejak Sherly masuk, Evander benar-benar menatapnya. "Nona Lyn, kamu nggak merasa ucapanmu tadi sudah keterlaluan?" Evander mengernyit dan berkata dengan nada dingin. Alisnya berkerut rapat, matanya hitam pekat penuh ketegasan. Bibirnya mengatup dan wajah yang begitu akrab penuh ketidakpuasan padanya. Sherly memandangi Evander. Evander sudah ganti baju, bukan yang kemarin. Itu seharusnya salah satu setelan yang dia pilihkan untuknya di dalam lemari besar. Sepertinya dia sudah sempat pulang ke vila. Evander seharusnya tahu kalau dia sudah pindah. Tapi sepertinya Evander tidak peduli. Bagus juga kalau begitu. Sherly menenangkan diri, mata di balik kacamata hitamnya melihat ke bawah, tidak langsung menatap mata Evander. "Menurutku, memaksa orang untuk menjual lebih keterlaluan. Jadi karena kamu sudah melakukannya, kamu harus siap menerima ucapan keterlaluan dari orang lain," kata Sherly. Kerutan di alis Evander makin dalam dan melihat Sherly dengan ekspresi yang semakin tidak senang. "Kak Evander, biar aku yang ngomong." Sebelum Evander sempat bicara lagi, Hanna lebih dulu menyela dengan nada penuh pengertian. Cahaya lampu kantor berwarna hangat, tapi setelan putih Seline yang dipakai Hanna membuat wajahnya tampak lebih pucat. "Nona Lyn, aku benar-benar sangat menyukai lagumu." Hanna berkata sambil menatap Evander di sampingnya. "Lagu ini benar-benar menyentuh hatiku." "Liriknya menggambarkan perasaan seseorang yang jatuh cinta, penuh semangat, diam-diam, tapi penuh rasa rendah diri." "Cinta tanpa pamrih, kebahagiaan saat mendapatkan, serta ...." Tatapan Hanna sedikit meredup dan dia berkata, "Rasa putus asa ketika tahu waktunya tinggal sebentar." "Rasa putus asa yang menembus sampai ke tulang." "Nona Lyn, rasa putus asa itu pernah sangat menyiksaku, sampai aku hampir nggak kuat." "Tapi yang paling menyentuh pada lagu ini adalah bagian akhirnya tentang melepaskan." "Seperti aku sekarang. Aku sudah menerima semuanya, melepaskan segalanya, dan berusaha menjalani sisa hidupku dengan tenang." Nada suara Hanna lembut, kadang bergetar, kadang pasrah. Dia tampak seolah sudah melewati segala penderitaan di dunia, membuat orang merasa iba. Evander yang duduk di sampingnya membuktikan hal itu. Saat Hanna bercerita tentang rasa putus asa dalam dirinya, Sherly bisa melihat dengan jelas rasa sakit yang muncul di mata Evander. Itu adalah sesuatu yang tidak pernah dia lihat di mata Evander. Tujuh tahun Sherly tidak bisa dibandingkan dengan Hanna yang belum setahun di sisi Evander. Dia menatap keduanya seperti sedang menonton pasangan kekasih yang telah melalui penderitaan panjang bersama. Sayangnya, dia adalah istri sah. Tidak bisa tersentuh. Sungguh tidak tepat waktunya. "Nona Lyn, lagu ini benar-benar menggambarkan semua pengalaman yang baru-baru ini aku alami. Aku bisa merasakan perasaanmu saat menulis lagu ini. Aku yakin kamu juga ingin lagu ini jatuh ke tangan orang yang benar-benar mengerti kamu, 'kan?" Hanna terus berkata. Dia sepertinya mengira dengan berkata begitu, Sherly pasti akan setuju menjual lagunya. Bagaimanapun juga, kalau lagu itu memang akan dijual, menjualnya pada orang yang mengerti tentu pilihan terbaik. Sayangnya .... Sherly tiba-tiba merasa ingin tertawa. Karena lagu itu berisi kisah tentang mencintai orang yang salah, tentang pengkhianatan cinta. Tentang dirinya yang mencintai Evander, kebahagiaannya setelah menikah dengannya. Tentang keputusasaan saat tahu dia selingkuh, tentang melepaskan setelah semua kesedihannya. Hanna ingin menggunakan lagu itu untuk menggambarkan cinta mereka yang menyentuh hati untuk meluluhkan Sherly, sesungguhnya berdiri di atas kepedihan dari lagu ini. Sungguh ironis. Saat memikirkan itu, Sherly tidak bisa menahan diri untuk tertawa. Evander menyipitkan matanya. "Nona Lyn, kalau lagu ini bisa sampai ke tangan Hanna, itu artinya kamu memang berniat menjualnya." Suara Evander terdengar sangat dingin dan tegas, sama seperti saat dia menangani bisnis, langsung menuju poin utama. "Sekarang kamu menolak menjualnya, berarti kamu nggak puas dengan pembelinya atau nggak puas dengan harganya." Evander menatap mata Sherly, tapi yang terlihat hanya kacamata besar hitam. "Lagu penulis terkenal bisa dihargai beberapa miliar dan keuntungan dari hak cipta seorang penyanyi bisa mencapai puluhan miliar per tahun." Evander berkata, "Dua puluh miliar. Aku rasa harga segitu seharusnya bisa memuaskanmu." Namun Sherly hanya tersenyum. Dua puluh miliar? Itu benar-benar terlalu meninggikan dirinya. Dengan nama "Lyn" yang nyaris tidak terkenal sekarang, harga ratusan juta saja sudah termasuk tinggi. Evander menawarkan dua puluh miliar hanya karena Hanna. Sherly tertawa sampai matanya berair. Hanna merasa bingung dan mulai kesal. "Nona Lyn, itu sudah harga yang sangat tinggi," kata Hanna. "Belakangan ini ada acara musik berjudul Suara Merdu, aku rasa kamu pasti tahu. Aku mau pakai lagu ini sebagai lagu utamaku, jadi aku pikir ...." Hanna masih bicara, tapi Brandon yang di sampingnya sudah tidak tahan. Dia menepuk meja dengan keras sambil berdiri. "Sudah dibilang nggak mau jual! Evander, jangan keterlaluan!" Evander masih tetap duduk dan menatap Brandon dengan dingin. Meski posisinya duduk, auranya tetap menekan Brandon. Sherly menghapus air mata di sudut matanya karena tertawa, lalu menarik lengan baju Brandon. "Aku akan menjualnya," kata Sherly. Suara Merdu adalah acara musik yang akan diikuti oleh Sherly.

© NovelRead, hak cipta dilindungi Undang-undang

Booksource Technology Limited.