Bab 122
Sandi berkata dengan nada datar, "Mulai sekarang, biar sopir saja yang jemput aku."
"Kenapa?" tanya Sigit dengan heran.
Sandi tidak ingin mengungkapkan alasan sebenarnya, jadi dia hanya berkata, "Soalnya Papa tiap hari beli hadiah untuk kami, pasti habis banyak uang."
"Jadi lebih baik Papa fokus kerja di kantor."
"Kalau nggak, nanti uangnya nggak cukup."
Sigit tidak menyangka putranya bisa sebijak itu. Dia memeluk Sandi dengan gembira dan mencium pipinya. "Baiklah."
...
Di perjalanan, aku mengeluarkan semua gaun kecil yang kubelikan untuk Wulan, satu per satu kutunjukkan padanya.
Wulan ternganga, rasa murungnya langsung lenyap.
Dia bertanya dengan mata berbinar, "Semua ini Mama yang beli untukku?"
Aku mengangguk. "Tentu."
Wulan memeluk gaun-gaun itu, lalu tiba-tiba menangis.
Aku panik dan mengusap air matanya. "Kamu nggak suka?"
"Bukan!" Mata Wulan memerah. "Aku cuma nggak nyangka Mama beli pakaian untukku. Aku senang banget."
Aku memeluknya erat. "Nanti kalau Mama sudah gajian, Mama a

Locked chapters
Download the NovelRead App to unlock even more exciting content
Turn on the phone camera to scan directly, or copy the link and open it in your mobile browser
Click to copy link