Bab 4
Dulu aku menyuruh dokter menyembunyikan penyakitku karena takut Garry akan terlalu sedih.
Sekarang hatinya bukan lagi untukku, aku tidak membutuhkan belas kasih darinya.
Aku menerima anak anjing yang disodorkan Bu Tina. Seakan mengerti suasana hatiku, ia menjulurkan lidah dan dengan lembut menjilat telapak tanganku.
Sentuhan hangat itu membuatku menahan air mata.
Sebagai putri Keluarga Walters, sekalipun harus pergi, aku akan pergi dengan bermartabat.
Menangis itu terlalu memalukan.
Pertengahan bulan Desember, aku menerima surel dari ayah yang dikirim dari luar negeri. Sudut bibirku terangkat membentuk senyum.
Dua minggu lagi, mereka akan pulang menjemputku.
Aku sangat merindukan matahari terbit di pantai dan hari-hari melaju di ombak dengan jet ski.
Aku mengeluarkan papan selancar pemberian kakak dari ruang penyimpanan dan mengenakan pakaian pelindung matahari peninggalan ibu.
Bu Tina tertawa melihatku. "Nyonya, penampilanmu ini seperti baru pulang dari pantai, sama sekali nggak terlihat seperti orang yang tinggal di vila."
Aku sengaja mengangkat papan selancar, pura-pura hendak menepuknya. "Berani menertawakanku? Lihat saja, aku akan menyeretmu untuk belajar selancar!"
Di tengah tawa dan canda, tiba-tiba terdengar jeritan anjing yang memilukan dari luar halaman.
"Anjing gila ini berani menerkam Nona Angeline! Bunuh saja!"
Rintihan pilu anak anjing Samoyed itu membuat dadaku tersentak.
Saat aku bergegas keluar, kulihat dua pengawal menarik tali anjing, menekannya ke tanah dan memukulinya dengan tongkat.
"Berhenti!" Mataku nyaris meledak. Aku meraih gunting taman di dekatku dan mengarahkannya pada mereka.
Angeline melangkah mendekat dengan perutnya yang tampak membesar sambil tersenyum puas. "Apa pun yang kuinginkan, tak pernah gagal kudapatkan. Entah itu pria atau binatang ini. Wendy, apakah kamu masih berani bertaruh denganku?"
Aku menggenggam gunting taman itu erat-erat, bilahnya mengarah ke padanya. "Aku bisa berikan Garry padamu, tapi anjing ini nggak boleh. Aku nggak berminat bertaruh denganmu, cepat lepaskan anjingnya!"
Begitu selesai berbicara, suara dingin Garry terdengar dari belakang. "Apa yang kamu katakan barusan?"
Matanya memerah, seolah tidak mendengar dengan jelas yang kukatakan barusan.
Tiba-tiba langkah Angeline goyah dan tubuhnya terhuyung ke arahku.
Tak sempat menghindar, ujung gunting taman itu menggores lengan Angeline.
"Anjing Kakak menerkam perutku, aku hanya ingin memberinya sedikit pelajaran, tapi Kakak malah menusukku dengan gunting!"
"Garry, perutku sakit sekali ...."
Garry dengan panik melangkah maju dan menggendongnya, sementara tatapannya padaku sangat dingin.
"Wendy, kalau hewan peliharaan bersalah, pantas dihukum. Kamu terlalu keras kepala!"
"Pembantu, singkirkan anjing gila ini!"
Aku melempar gunting dan pertama kalinya kehilangan kendali, aku mencengkeram keliman jas Garry.
"Jangan! Garry, itu anjing yang ayah dan kakak carikan khusus untukku. Jangan bunuh anjing itu. Aku mohon padamu ...."
Air mata bercampur ingus mengalir, aku menangis seperti orang bodoh.
Garry jelas tak menyangka aku bisa begini hanya karena seekor anjing. Dia tertegun dan hendak berbicara.
Angeline tiba-tiba turun dari pelukannya dan berlutut di hadapanku.
"Kakak, aku tahu kamu masih menyalahkanku, tapi aku nggak pernah berniat merebut posisimu. Aku mohon jangan sakiti aku dan anakku lagi, bolehkah?"
Keningnya membentur lempengan batu, darah merembes keluar, lalu Garry baru menyadari luka di lengannya.
"Wendy, apakah kamu benar-benar nggak bisa menerima anak ini? Aku sudah bilang, setelah lahir nanti akan kuangkat menjadi anakmu ... kenapa?"
Rasa sakit dan kekecewaan di matanya menusuk dadaku seperti seribu jarum.
Dia menepis tanganku, lalu menggendong Angeline dan bergegas pergi.
"Tanpa izinku, jangan biarkan dia keluar dari gedung utama selangkah pun!"
Amarah dan cemas membuatku ingin mengejar, tapi kakiku tersandung ambang pintu dan terjatuh.
Anak anjing itu tetap mati, mereka membuangnya ke tempat pembuangan sampah.
Aku mengabaikan larangan keluar, menggenggam tongkat golf dan menerobos masuk ke kamar Angeline untuk menuntut penjelasan.
Namun yang kulihat Garry sedang menempelkan telinganya di perutnya, dengan senyum lembut yang sudah lama tak kulihat.