NovelRead
Open the NovelRead App to read more wonderful content

Bab 8

[Selena?] Di seberang, suara bergetar milik Ivan terdengar dari ponsel. Seketika, mata Selena memerah. "Ini aku." [Wah, matahari terbit dari barat, atau Niko kecelakaan?] Sudah bertahun-tahun tidak bertemu, tetapi gaya bicara tajam itu masih sama. Selena tidak bisa menahan tawa. Masih seperti Ivan yang dia ingat. Selena tidak basa-basi, langsung berkata, "Kudengar Pengacara Besar Ivan Sander sekarang sedang naik daun, semua kasus yang kamu tangani menang telak. Jadi, aku datang untuk memberimu uang." Ivan terdiam beberapa detik, lalu langsung paham maksudnya. [Mau ketemu di mana?] ... Setelah bersiap-siap, Selena keluar dari rumah Keluarga Horman. Dia tidak melihat sosok Niko atau yang lainnya di ruang tamu, jadi dia langsung pergi. Di sebuah kafe. Selena sedikit risi. Di hadapannya, Ivan menatapnya tajam, seolah sedang menilai setiap inci dirinya. Setelah beberapa saat, Selena tidak tahan. "Ivan, kamu menatap semua klienmu seperti ini?" "Nggak juga. Klien lain nggak ada yang semalang kamu. Kalau aku nggak menatapmu lama sekarang, mungkin nggak akan sempat lagi." Selena, " ... " Ivan tidak berubah. Lidahnya tajam, ucapannya blak-blakan, sama sekali tidak kenal ampun. Dia bahkan mengetuk dahi Selena dengan kesal, seolah menyalahkan kebodohannya. Bagi orang luar, tindakan itu terlihat sangat akrab. Yang tidak diketahui Selena, seseorang di sudut ruangan sudah diam-diam memotret momen itu. Saat ini, Selena hanya ingin menyelesaikan semuanya secepat mungkin. Dia langsung menyampaikan maksudnya, meminta Ivan menyusun surat cerai tanpa pembagian harta, serta kontrak pemisahan keterikatan ekonomi dengan Niko. "Ceria tanpa pembagian harga?" Saat mendengar itu, Ivan hampir bangkit dari kursinya. "Selena, kamu reinkarnasi malaikat? Suami berselingkuh, kamu malah mau cerai tanpa pembagian harta?" Selena tersenyum pahit. Dia hanya tidak ingin terlibat lagi dengan Niko. Harta kekayaan Niko, dia tidak tertarik, bahkan tidak menginginkannya. "Aku nggak sepenuhnya nggak dapat apa-apa. Kamu lihat dulu dokumen ini." Selena menjelaskan tentang saham dan dividen tahunan yang diberikan perusahaan Niko padanya. Dia tidak ingin membagi harta pribadi Niko. Namun, dividen perusahaan adalah haknya. Pada tahun-tahun tersulit perusahaan, dia yang turun ke lapangan, mencari proyek. Perusahaan bisa sebesar sekarang, separuhnya adalah hasil kerja kerasnya. "Selena, kamu terlalu baik. Kalau aku, sudah kuambil separuh asetnya, lalu kuacak-acak perusahaannya!" seru Ivan dengan geram. Selena tetap tenang. "Aku hanya ingin cepat bercerai. Nggak ingin masalah ini berlarut-larut." "Baiklah. Serahkan padaku. Selena, selama ini kamu ... " Ivan terdiam sejenak, lalu mengubah nada suaranya. "Lupakan. Selena, selamat datang kembali!" Ya. Sudah seharusnya dia "kembali". ... Setelah berpisah dengan Ivan, Selena kembali ke rumah. Hari ini adalah jadwal wawancara dengan pembantu yang sudah dia atur dua hari sebelumnya. "Selamat siang, Nona Selena. Ini CV saya," kata wanita itu sambil menyerahkan berkas. Namanya Rita Jumia. Selena sudah mempelajari profilnya dengan saksama. "Bi Rita, aku sudah baca semua datamu sebelumnya." Selena mengeluarkan setumpuk kertas A4 yang sudah dia siapkan. Di sana tercatat dengan rinci kebiasaan makan dan gaya hidup Niko dan Simon. Melihat itu, Rita sempat terkejut. Di mata Rita, Selena tidak tampak seperti nyonya rumah, melainkan seperti kepala pelayan yang mengurus segala kebutuhan tuan rumah. Terhadap ayah dan anak Keluarga Horman, dari kebiasaan hidup yang besar hingga hal-hal kecil seperti rasa pasta gigi dan panjang pendek kaus kaki, semuanya Selena ketahui dengan sangat jelas. "Ini daftar menu dan resep. Bi Rita, siang ini coba masak beberapa hidangan dulu, biar aku cicipi." Rita tersenyum ramah. "Baik, Nyonya. Saya akan mulai sekarang." Selena tidak menyadari tatapan rumit dari Rita. Dia langsung berjalan menuju ke lantai atas. Menjelang siang, Niko mengirim pesan singkat: [Aku nggak pulang makan. Nggak perlu menunggu.] Selena hanya membaca, tidak membalas. Pagi tadi Selena hanya minum kopi, dan siang harinya dia tidak berselera makan, hanya mencicipi sedikit. Tubuhnya lelah karena kehamilan. Dia tertidur hingga pukul tiga atau empat sore, lalu terbangun karena suara telepon rumah. [Selena, apa yang kamu lakukan seharian? Kenapa ponselmu mati?] Begitu tersambung, suara dingin dan tajam dari Niko langsung membuat hati Selena terasa sakit. Sejak kapan Niko bicara padanya dengan nada setajam ini? Dia tersenyum pahit, lalu memeriksa ponselnya. "Baterainya habis, jadi mati. Ada apa?" [Ada apa?] Niko tertawa sinis dan marah. [Selena, kamu ini ibu macam apa? Simon terluka dan masuk rumah sakit! Cepat datang!] "Apa? Simon ... " "Tut ... tut ... " Niko sudah menutup telepon. Selena tidak sempat berpikir panjang. Dengan panik, dia berganti pakaian dan bergegas menuju rumah sakit. ... Di rumah sakit, di dalam ruang perawatan. Simon membelakangi Selena. Lututnya dibalut perban, dan Selena tidak bisa melihat seberapa parah lukanya. Dari penjelasan perawat, dia tahu bahwa Simon terjatuh saat bermain di taman kanak-kanak dan kakinya terluka.. "Simon, lukanya sakit sekali, ya?" Selena mendekat pelan, tetapi Simon langsung memalingkan wajah ke arah lain. Takut gerakannya memperparah luka, Selena pun tidak berani memaksa. Ruangan menjadi sunyi. Selena benar-benar ingin bertanya pada Simon: apa yang telah dia lakukan, sampai sebegitu dibenci? Saat dia tenggelam dalam diam, pintu ruang perawatan terbuka. Niko masuk dengan aura dingin. "Selena, begini caramu jadi ibu? Simon masuk rumah sakit karena jatuh, tapi kamu di mana?!" Selena mengernyit. Apakah dia harus berjaga 24 jam di sisi Simon? "Aku sedang nggak enak badan, tertidur. Ponselku mati karena kehabisan baterai." Selena menjawab sambil menatap kaki Simon yang terluka. Dia tahu itu kesalahannya karena tidak sempat menerima telepon. "Oh, nggak enak badan dan tertidur?" Wajah Niko semakin gelap. "Selena, sejak kapan kamu jadi pembohong seperti ini?" "Apa maksudmu?" Tatapan tajam Niko membuat wajah Selena memerah karena marah. Apakah Niko lupa bahwa kemarin Selena masuk ruang gawat darurat karena alergi? "Tertidur, ya?" Niko tersenyum dingin, lalu melemparkan setumpuk foto ke arah Selena. "Katamu tertidur karena sakit? Atau tidur dengan pria lain?!" "Kamu bilang nggak enak badan, tapi masih sempat bermesraan dengan pria lain!" Selena terkejut, lalu menunduk untuk melihat. Foto-foto berserakan di lantai. Satu per satu menunjukkan dirinya bersama Ivan di kafe. Ada yang memperlihatkan mereka saling tersenyum, ada yang menunjukkan Ivan menyentuh keningnya sambil bercanda. Bahkan ada yang menunjukkan tatapan penuh perhatian dari Ivan ... Sudut pengambilan foto sangat licik. Jelas sengaja dipilih untuk menimbulkan kesan tertentu ... "Jawab!" "Selena, ini yang kamu sebut ponsel kehabisan baterai? Anak masuk rumah sakit, dan kamu nggak bisa dihubungi. Saat berkencan dengan pria lain, ponselmu baru penuh baterainya, ya?" Niko benar-benar marah. Tatapannya dingin, tidak menyisakan sedikit pun kehangatan. "Selena, lebih baik kamu jelaskan sekarang. Siapa dia? Apa hubunganmu dengannya? Semua drama yang kamu buat belakangan ini, apa karena dia?!"

© NovelRead, All rights reserved

Booksource Technology Limited.