Bab 70 Matthew Collins Kejang-Kejang
Sebagai wanita yang lemah, tidak mungkin Winifred Zea secara fisik dapat mengalahkan Stephen Cole, sehingga dengan paksa dia menyeretnya keluar dari sasana tinju.
Namun, Tyr Summers tidak mengikuti mereka. Berdiri dalam diam tanpa bergerak sedikit pun, dia tampak tenggelam dalam pikirannya.
Teriakan di sekitarnya semakin keras. Semua orang mengira bahwa Tyr adalah seorang pengecut yang tidak berani melawan Matthew di atas ring tinju.
Matthew sendiri berteriak liar dari dalam area ring. Meskipun Tyr terus berdiri dalam diam, dia menoleh untuk melihat ke arah Matthew sambil berpikir. Ketika mata mereka bertemu, Tyr memperhatikan bahwa mata Matthew menjadi merah karena marah.
“Tyr Summers, aku tidak akan mempersulit hidupmu. Aku bersumpah, aku akan bertarung hanya menggunakan satu tangan."
Kerumunan menjadi liar dengan sorak-sorai pengunjung. Namun, Tyr tetap tidak bergerak sedikitpun.
“Pengecut yang tidak berguna, apa kau takut?”
“Cepat naik ke atas ring. Apakah kau memang laki-laki?"
"Betul sekali. Kakak Matthew sudah mengatakan bahwa dia akan bertarung hanya dengan satu tangan. Apakah kau masih takut juga?”
“Mengapa Kau tidak menggunakan satu kaki,Kak?”
Matthew mengangkat tinjunya dengan arogan. “Aku hanya akan diam. Kemarilah, Tyr Summers. Majulah…"
Matthew terus berteriak. Dia hampir terlihat seperti singa jantan yang sudah gila. Namun, Tyr masih belum bergerak sedikit pun. Matthew menjadi tidak sabar dan marah.
“Tyr Summers, karena kau tidak akan naik ke sini, maka aku akan turun dan melawanmu. Pengecut yang tidak berguna sepertimu tidak pantas hidup bersama Winifred. Lihatlah saat aku memukulmu sampai mati,” ucap Matthew, melompat keluar dari ring tinju sambil terus bicara.
Ada aura amarah di sekelilingnya. Saat dia berteriak, dia mulai menyerang Tyr. Jumlah energi yang mulai terkumpul di sekitar kepalan tangannya yang besar sudah cukup untuk membuat seekor sapi terbang.
BOOM!
Suara gemuruh yang keras terdengar menggema. Terkejut dengan suara itu, kerumunan langsung terdiam.
Namun, kepalan tangan Matthew belum menyentuh Tyr. Suara itu terjadi karena Tyr bergerak bahkan sebelum Matthew mendekat. Pukulannya tidak ditujukan pada Matthew, tapi pada karung tinju berisi besi yang beratnya mendekati 360 kilogram.
Sebelumnya, Stephen pernah menyebutkan bahwa hanya dua orang yang mampu membuat Treasure of Hidden Vanguard Boxing Gym ini bergerak. Salah satunya adalah Master Tinju Besi di Kota Riverville, yang berhasil membuatnya bergerak sejauh tiga meter. Dan yang kedua adalah Matthew Collins, yang berhasil membuatnya bergerak setengah meter.
Sementara itu, Tyr berhasil membongkar karung tinju dengan satu pukulan. Seolah-olah tangannya memiliki kekuatan bom yang siap meledak.
Boom…
Saat karung tinju pecah, isian besi mulai mengalir keluar.
Semua orang yang hadir sangat terpesona, bagaikan baru saja menyaksikan pertunjukan kembang api yang menakjubkan. Sementara itu, Matthew berdiri terdiam dengan kepalan tangannya yang masih teracung di udara, seperti hendak meninju sesuatu.
Para petinju dan penonton di sekitarnya sama-sama tercengang. Mereka masih bisa mendengar suara keras mendengung di telinga mereka.
'Pria ini memecahkan karung tinju dengan satu pukulan. Apakah dia manusia?’
'Bahkan petinju top dunia, Tyson, tidak akan mampu melakukan klimaks itu.'
Ada keheningan yang mematikan di gym. Orang bisa dengan jelas mendengar nafas tergesa-gesa dan jantung yang berdebar kencang dari setiap orang di sana. Tyr Summers bukanlah pengecut yang tidak berguna. Dia praktis adalah dewa yang turun dari surga.
Sambil menarik tinjunya, Tyr menatap Matthew. Dia masih dalam postur yang sama dengan tinjunya yang terulur dan ekspresi terkejut di wajahnya. Seolah-olah mantra telah dihembuskan padanya. Setelah melihat Matthew untuk terakhir kali, Tyr berbalik dan pergi.
Di luar, Winifred bertengkar sengit dengan Stephen. Dia benar-benar merasa khawatir jika Matthew akan mengalahkan Tyr sampai habis, dia sangat ingin kembali kedalam sasana tinju untuk menyelamatkannya. Namun, Stephen menghalangi jalannya, menolak untuk membiarkannya masuk. Saat itu, Tyr Summers muncul di luar, tampak rapi tidak tersentuh sedikitpun.
“Tyr, apa kau baik-baik saja?” tanya Winifred. Dia hampir menangis saat berlari ke arahnya.
Ketika Tyr melihat reaksinya, dia merasakan kehangatan yang istimewa di dalam hatinya.
“Aku baik-baik saja,” ucapnya. “Apa yang mungkin bisa menimpaku?”
Stephen tampak kecewa. “Tyr, dasar pengecut yang tidak berguna. Apakah Kau ingin melarikan diri lagi? Kau benar-benar pengecut. Kau bahkan tidak berani melawan. Pria macam apa kau ini?"
Stephen hendak lari ke dalam untuk mencari Matthew, dengan maksud meyakinkan dia untuk keluar dan memukul Tyr sampai mati. Tapi begitu dia sampai di depan pintu, dia melihat sekelompok petinju buru-buru menggendong Matthew.
Melihat postur Matthew dengan kepalan tangannya yang terulur dan ekspresi kosong, Stephen merasakan sensasi kesemutan di dalam hatinya. "Apa yang terjadi? Apakah orang ini kejang-kejang?”
"Kejang?" tanya Tyr yang bingung.
Winifred tertawa terbahak-bahak. “Ketika Matthew berusia sepuluh tahun, dia pergi untuk merawat ternak di tempat kakeknya di pedesaan. Saat dia di sana, dia menabrak seekor banteng yang sudah gila dan mulai menyerangnya. Pada saat itu, dia mengira pukulannya bisa membuat banteng itu terbang. Itulah mengapa dia tidak mencoba menghindarinya. Tapi justru sebaliknya, banteng itu telah membuat tubuhnya terlempar. Sejak saat itu, dia bersikap aneh seperti kejang setiap kali dia mengalami syok."
Mendengar apa yang Matthew alami sewaktu masih anak-anak, benar-benar mengejutkan Tyr. Tidak bisa lebih konyol lagi, huh?
“Oh, benar. Mengapa Matthew tiba-tiba menjadi begitu? Tyr, apa yang telah dia alami di dalam sana?”
Tyr mengangkat bahunya. "Tidak ada. Dia melompat-lompat di atas ring. Tiba-tiba, itu terjadi."
"Keberuntungan ada di pihakmu kali ini, dasar pengecut yang tidak berguna."
“Saat Matthew pulih, dia pasti akan membunuhmu.”
Sementara staf dari sasana tinju membantu membawa Matthew pulang, Stephen merasa terlalu malu untuk pergi bersama mereka. Bagaimanapun, ibu Matthew adalah wanita yang galak. Jika Stephen pergi ke sana, dia pasti akan memakinya.
Selain itu, ini bukan pertama kalinya Matthew mengalami kejang. Tidak ada hal yang serius yang menimpanya. Dan karena Stephen juga tidak lagi ingin berkeliaran dengan Winifred dan Tyr, dia memutuskan untuk pulang saja.
“Kalian pergi dan pulanglah. Ini pertama kalinya aku ke sini, ke kota Riverville. Aku ingin jalan-jalan,” kata Tyr.
“Kalau begitu aku akan menemanimu. Aku sudah terbiasa dengan hal-hal di sekitar sini," jawab Winifred buru-buru.
Tyr menggeleng. "Tidak apa-apa, Winifred. Aku akan baik-baik saja. Aku akan pulang sendiri nanti."
Untuk sesaat tertegun, Winifred menarik Tyr ke samping. “Tyr, apa kau marah?” dia bertanya dengan nada meminta maaf. “AKu tahu saudara sepupuku ini dan sikap para orang tua yang tidak terlalu baik kepadamu. Aku juga tahu kalau kau telah melalui masa-masa yang sulit…”
Tyr dengan cepat menyela, "Aku tidak marah, Winifred. Ayah telah mampu menanggung semua ini selama bertahun-tahun. Aku juga bisa melakukan hal yang sama. Aku hanya ingin berjalan-jalan sendiri. Tidak lebih. Sekarang kalau kita berdua jalan-jalan keluar, Blair pasti akan marah. Itulah mengapa aku ingin kau pulang dan menemani Blair."
“Apakah kau yakin kau tidak marah?”
"Tentu saja."
Tyr tersenyum pada Winifred. "Pulanglah ke rumah. Jadilah gadis yang baik dan dengarkan aku.”
Akhirnya, Winifred melanjutkan pulang bersama Stephen. Pasti, Blair Zea akan marah ketika dia menyadari orang tuanya pergi. Begitu keduanya pergi, ekspresi wajah Tyr langsung menjadi gelap. Berbalik, dia melihat ke arah salah satu sudut sasana tinju.
"Keluarlah. Kau telah mengikutiku sepanjang hari!"