NovelRead
Open the NovelRead App to read more wonderful content

Bab 8

Rekan yang berbicara itu namanya Tiara Jenaya, dia biasanya cukup akrab dengan Thalia. Dia menatap Thalia dengan iri. "Thalia, kamu benar-benar pemenang dalam hidup, ya? Kamu punya orang tua yang sangat menyayangimu, pekerjaan yang kamu sukai dan tunangan yang setampan Dokter Zavier." Tiara terdiam sesaat, lalu melanjutkan, "Dokter Zavier memang agak nggak ramah, tapi dia sebenarnya tampan." Thalia baru tersadar dari lamunannya setelah mendengar Tiara berkata seperti itu. Menghadapi tatapan iri dari Tiara dan rekan-rekan kerja lainnya, Thalia jadi tidak tahu harus bagaimana menggambarkan perasaannya. Dia merasa seperti seorang pengemis yang mencuri. Thalia mencuri barang yang bukan miliknya sehingga ketika orang lain memujinya, dia merasa bersalah dan malu. Bulu mata Thalia pun bergetar sedikit, dia membuka mulut hendak menjelaskan. Namun, seorang pasien tiba-tiba datang ke pos perawat. Tiara segera berbalik badan untuk menangani masalah tersebut. Yang lainnya juga sibuk dengan tugas masing-masing. Para perawat pada umumnya tidak punya waktu untuk beristirahat sedangkan para perawat di tiga rumah sakit teratas bahkan lebih sibuk lagi. Untungnya, tidak ada yang menyinggung soal sumbangan alat dari Keluarga Wenos saat sore menjelang. Setelah serah terima tugas, Thalia pun hendak pulang setelah membereskan barang-barangnya. Namun, Tiara memanggilnya, "Thalia, tunggu aku! Ayo pergi bersama." "Mau ke mana?" tanya Thalia dengan bingung. "Eh? Bukannya hari ini kita mau makan-makan?" Tiara menepuk kepalanya dan berkata, "Oh ya, kamu 'kan lagi nggak di tempat waktu Kepala Perawat mengatakan soal ini." "Para dokter akan mengadakan acara penyambutan sederhana untuk Dokter Hanisha yang baru saja tiba hari ini. Kita 'kan juga punya perawat magang yang baru, jadi sekalian saja kumpul-kumpul. Ayo kita pergi bersama." Tiara melanjutkan, "Bukan acara yang bagaimana-bagaimana sih. Nanti kita pesan makanan dari kantin di lantai bawah saja. Malam ini 'kan harus tugas jaga." Thalia hanya berdiri diam dengan ragu. Belum sempat dia menolak, Tiara langsung menariknya ke pintu masuk lift di mana mereka bertemu dengan Zavier dan yang lainnya. Zavier berdiri bersama beberapa dokter. Jas dokternya sudah dilepas dan sekarang Zavier hanya mengenakan kemeja putih bersih yang mulus dan dikancingkan dengan rapi. Celana yang berpotongan bagus membuat kaki Zavier tampak lebih jenjang. Bahunya yang lebar dan pinggangnya yang ramping memberinya bentuk tubuh yang sempurna mau dilihat dari sudut mana pun. Namun, ekspresi Zavier tampak acuh tidak acuh dan pembawaannya begitu dingin seperti seorang yang sukanya sendirian saja. Begitu melihat Thalia dan Tiara, Wisnu mengangkat tangannya untuk menyambut mereka dengan riang. "Suster Thalia, Suster Tiara, ayo ke sini." Tiara menarik Thalia dan berkata, "Dokter Wisnu, tadi kalian habis membicarakan apa? Aku baru saja mendengar suara tawamu di sana." Wisnu mengangkat alisnya. "Ah, masa sekencang itu?" "Jadi, kalian lagi membicarakan soal apa?" tanya Tiara lagi. "Coba ceritakan pada kami juga." Tiara memiliki kepribadian yang ceria, dia memang akrab dengan para dokter dan perawat. Salah seorang dokter pun menjawab sambil tertawa, "Tentu saja kami lagi senang karena poli kami mendapat sumbangan lima alat yang paling canggih." Salah seorang yang lain ikut berkata, "Ternyata Dokter Hanisha hebat sekali, ya! Ini baru hari pertamanya di rumah sakit, tapi dia sudah membawa hadiah sebesar itu. Mulai sekarang, Dokter Hanisha akan menjadi sosok pujaanku." "Hah?" Tiara sontak menjadi kebingungan. "Bukankah Keluarga Wenos menyumbangkan semua alat itu ke poli kami? Apa hubungannya dengan Dokter Hanisha?" "Dokter Hanisha 'kan anggota Keluarga Wenos." Mata Tiara sontak terbelalak. Tangannya yang memegang lengan Thalia tiba-tiba mengencang. "Thalia?" Thalia mendadak tidak tahu harus memberikan jawaban seperti apa kepada Tiara. Bagaimanapun juga, ketika Thalia pertama kali datang ke rumah sakit, Keluarga Wenos membuat kehebohan besar. Mereka tidak mengumumkan identitas Thalia sebagai anak angkat kepada publik. Sebaliknya, mereka berpura-pura menjadi orang tua yang penyayang dan putri yang berbakti. Di saat Thalia sedang ragu, Zavier memutuskan untuk angkat bicara. Dia menatap Thalia dan berujar tanpa menyembunyikan, "Keluarga Wenos menyumbangkan semua alat itu karena Hanisha. Ini nggak ada hubungannya dengan Thalia."

© NovelRead, All rights reserved

Booksource Technology Limited.