NovelRead
Open the NovelRead App to read more wonderful content

Bab 5

Thalia masih melamun hingga Andre mengalihkan perhatian kepadanya dengan bertanya, "Bagaimana kabarmu di rumah sakit akhir-akhir ini, Thalia? Apa pekerjaanmu bermasalah?" Thalia kembali tersadar dari lamunannya dan menjawab dengan suara pelan, "Nggak." Ini hampir menjadi rutinitas. Setiap kali Thalia kembali ke rumah Keluarga Wenos untuk makan, Andre pasti akan bertanya seperti itu. Seperti biasa, kalimat berikut Andre adalah .... "Kamu punya masalah pendengaran, jadi pasti akan ada hal yang kurang nyaman selagi kamu bekerja. Jadi, kamu harus lebih berhati-hati dalam kehidupan sehari-hari. Jangan pikir kamu bisa seenaknya hanya karena Keluarga Wenos mendukungmu." Thalia menundukkan pandangannya dan mendengarkan, dia tampak lembut dan patuh. Inilah yang paling membuat Andre puas dengan putri angkatnya. Setelah selesai bicara, Andre baru menyadari sesuatu dan bertanya dengan nada serius, "Thalia, kok kamu hanya berdiri? Cepat suruh orang untuk ambilkan kursi buatmu. Bagaimana bisa kamu berdiri saat sedang makan bersama keluarga?" Setelah Thalia resmi mendapatkan tempat duduk, secara kebetulan dia berhadapan dengan Zavier. Begitu Thalia mengangkat pandangannya, dia bertemu tatap dengan Zavier. Ekspresi Zavier tetap acuh tidak acuh seperti biasa seolah-olah sedang menatap sosok yang tidak berarti. Meskipun Zavier selalu bersikap acuh tidak acuh padanya, Thalia tetap merasakan sakit yang menusuk hatinya setiap kali melihat tatapan itu. Thalia juga merasa sangat gugup semenjak melihat Hanisha. Suasana hening sejenak di meja makan, lalu dipecahkan oleh Liana. Dia menatap Zavier dengan puas dan berkata, "Hani juga seorang dokter. Kebetulan sekali, dia juga seorang dokter spesialis bedah saraf. Kami sudah berhasil memindahkan Hani dari Rumah Sakit Era ke Rumah Sakit Jinara. Zavier, tolong habis ini bantu aku menjaga Hani, ya." Zavier mengiakan dan menjawab dengan suara rendah, "Oke." Liana menjadi lebih gembira, tetapi begitu melihat Thalia yang duduk di sisi lain, dia menjadi sedikit tidak senang dan bergumam pelan, "Kenapa sih kita harus mengundang orang luar ke reuni keluarga?" Kata-kata itu tidak diucapkan dengan suara keras, tetapi hanya ada lima orang di ruang privat itu sehingga mereka semua dapat mendengarnya dengan jelas. Tubuh Thalia pun menjadi sedikit menegang. Andre menatap Liana dan bertanya sambil mengernyit, "Apa maksudmu?" Liana tidak ingin berpura-pura lagi. "Hani adalah putri kandungku. Karena sekarang putri kandungku sudah kembali, aku benar-benar nggak rela melihat orang yang selama sekian tahun ini hidup bahagia dengan menggantikan posisinya masih berkeliaran di hadapanku." Kata-kata itu sudah terucap dan Liana terlalu malas untuk berpura-pura lagi. Dia langsung berkata, "Lalu, dia bertunangan dengan Zavier karena menggantikan posisi Irish. Karena sekarang Hani sudah kembali, berarti pertunangannya dengan Zavier bisa dibatalkan! Bibi benar 'kan, Zavier?" Napas Thalia sontak tersendat, sekujur tubuhnya terasa kaku. Jantungnya juga seperti berhenti berdetak sesaat. Thalia hanya duduk diam dengan tatapan kosong sambil terus mendengarkan ocehan Liana. Thalia seperti tidak bisa mendengar apa pun, satu-satunya hal yang terngiang di kepalanya adalah kata-kata bahwa pertunangannya dengan Zavier akan berakhir. Thalia mendongak ke arah Zavier, tetapi pria itu tetap tenang tanpa memberikan reaksi apa-apa seolah-olah ini semua tidak ada hubungannya dengannya. Thalia bahkan tidak berani berkedip karena takut melewatkan ekspresi apa pun yang mungkin muncul di wajah Zavier. Di saat Thalia tidak bisa mendengar, dia paling suka mengamati ekspresi orang lain dan mencoba menemukan celah untuk bisa berkomunikasi dengan orang lain. Thalia menatap Zavier dengan serius sambil mengepalkan tangannya di atas meja dan menunggu jawaban Zavier. Dalam situasi seperti ini, Thalia tidak punya hak untuk memilih. Dia hanya bisa menunggu Keluarga Wenos berdiskusi, lalu memberitahunya keputusan akhirnya. Thalia tidak pernah menjadi bagian dari Keluarga Wenos, dia hanyalah seorang putri angkat yang berperilaku baik dan penurut. Suara cangkir teh yang beradu dengan meja pun memecah keheningan. Tatapan tenang Zavier berhenti sejenak pada Thalia, lalu pria itu segera mengalihkan pandangannya. Dia mengetuk meja dengan buku-buku jarinya yang ramping, lalu berbicara dengan suara yang pelan dan tenang, "Orang yang seharusnya dijodohkan denganku dan menjadi tunanganku adalah Irish." Bulu mata Thalia bergetar dua kali dan dia refleks menggigit sudut bibirnya. Dia kembali mendengar Zavier berkata, "Semua orang yang lain itu sama saja." Thalia mendadak tidak bisa menggambarkan perasaannya. Dia memang tahu bahwa Zavier menyukai Irish. Jika bukan karena Irish meminta Zavier untuk menjaga Thalia dengan baik, Zavier mungkin tidak akan setuju ketika Keluarga Wenos mengusulkan agar Thalia yang menggantikan Irish bertunangan dengan Zavier. Ketika orang yang dicintai meninggal, tentu saja semua orang lainnya akan menjadi sama saja. Thalia berulang kali mendoktrin dirinya sendiri dengan pemikiran seperti itu. Lagi pula, Irish adalah gadis terbaik yang pernah Thalia temui. Dia saja tidak bisa melupakan kematian Irish, apalagi Zavier. Dibandingkan dengan Irish, Thalia merasa dia tidak pantas untuk Zavier. Namun .... Hanisha tiba-tiba berujar dengan suara dingin, "Apa maksud kalian dengan mengatakan kalau pertunangannya bisa dibatalkan karena aku sudah pulang?" Hanisha menyilangkan tangannya, mengangkat dagunya sedikit dan menatap sekilas semua orang yang ada di meja dengan dingin dan tajam. Lalu, tatapannya akhirnya mendarat di wajah Liana. "Kamu memintaku pulang hanya untuk memperalatku dalam skenario pernikahan kalian?" Setelah itu, Hanisha pun menatap Thalia dan berujar dengan nada mengejek yang disadari oleh semua orang, "Bukankah alat untuk skenario pernikahan kalian sudah ada di sini?"

© NovelRead, All rights reserved

Booksource Technology Limited.